Minggu, 12 Juli 2009

MENCARI SEORANG PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Dalam hitungan bulan ke depan bangsa Indonesia akan mempertaruhkan seorang pemimpin, yang diharapkan mampu menyelematkan Indonesia dari jurang keterpurukan, dalam pemilihan umum presiden nanti. Tentu, tugas berat telah menunggu mereka yang nanti terpilih menjadi presiden RI ke-7, mulai dari persoalan politik, ekonomi, supremasi hukum, hingga masalah sosial masyarakat kontemporer yang kerap menyajikan shocked response (sikap terkejut) terhadap fenomena sosial yang tiba-tiba terjadi dan menimpa masyarakat Indonesia.
Jika mau disadari, persoalan tersebut telah membawa bangsa ini terjerumus ke dalam jurang krisis multidimensi, yang sampai saat ini masih dicari formula jalan keluarnya. Bahkan cita-cita luhur yang diteriakkan founding father ataupun para pejuang reformasi yang seringkali disuarakan oleh para elitis juga telah gagal membawa perubahan bagi masa depan bangsa Indonesia tercinta ini.
Secara historis bangsa ini sudah cukup lama merindukan pemimpin yang bisa membawa kepada kemajuan bagi rakyatnya, khususnya pasca tumbangnya rezim Orde Baru yang kita kenal dengan rezim otoriter dan anti demokrasi. Pemimpin yang terbayang dalam benak bangsa Indonesia secara umum adalah dia yang jujur, adil, bersih, memiliki visi yang progresif membawa Indonesia kepada masa depan yang lebih cerah dengan tetap berpijak kepada falsafah Pancasila dan UU 45. Namun sayang, impian tersebut hanya sebatas ilusi belaka, karena sampai saat ini belum ada sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik sebagaimana diharapkan oleh seluruh rakyat bangsa Indonesia. Rakyat malah justru dihadapkan dengan berbagai persoalan yang menjerat mereka ke jurang kemiskinan dengan diberlakukannya berbagai kebijakan yang tidak populis dan tidak berpihak kepada rakyat, seperti penggusuran, pengangguran, komersialisasi pendidikan, penegakan hukum, hingga masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang masih terbengkalai.
Persoalan tersebut telah membawa bangsa Indonesia ke arah titik nadir keputusasaan, penuh dengan ancaman konflik dan kekerasan yang lahir dengan begitu mudahnya dimana-mana. Di samping itu juga, kriminalitas semakin hari semakin memprihatinkan dan menakutkan, kantong-kantong kemiskinan semakin bertebaran dimana-mana, rakyat mengalami kelaparan dan menderita akibat tingginya harga kebutuhan pokok.
Dalam kondisi seperti di atas, peminpin yang tangguh dan dapat memberikan kepercayaan penuh bagi bangsa Indonesia tentu sangat dibutuhkan dalam masa transisi semacam ini. Jadi, yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara Indonesia adalah seorang pemimpin yang bisa menjadi suri tauladan dan bisa memberikan kesejukan bagi umat (warga) di bawahnya. Dalam konteks ini, tentu, kursi presiden bukanlah menjadi rebutan yang berorientasi kepada popularitas dan keuntungan profit yang menjabatnya semata, namun lebih luhur dari itu adalah sebuah tugas berat yang tidak sederhana, sebuah amanah dan tanggung jawab yang kelak akan dipertanyakan pertama kali di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Seiring dengan mendekatnya pemilihan umum yang akan diselenggarakan pada tahun 2009 ini, perubahan yang bisa mengantarkan nasib rakyat agar lebih sejahtera dan damai adalah impian yang semoga saja tidak kosong. Karena begitu, berjuta rakyat Indonesia di lapisan bawah belum beringsut dari nasibnya, hidup dicekam kemiskinan dan seolah tanpa harapan masa mendatang. Pemimpin yang pada awalnya berkoar-koar akan membuat perubahan di bangsa ini dan sekarang hanya tinggal kenangan semata. Masalah ini tentunya menjadi PR bagi pihak birokrasi untuk meminimalisir persoalan-persoalan yang melanda bangsa Indonesia saat ini (khususnya), dan juga kita semua sebagai penerus estafet kepemimpanan bangsa.
Masalah-masalah besar yang telah menjadi titik jenuh bagi bangsa Indonesia seperti jumlah pengangguran yang menyentuh angka 23 juta, rakyat miskin 110 juta, balita kekurangan gizi 5.400.000 jiwa, anak terlantar berjumlah 8 juta jiwa, tidak lagi menjadi masalah yang membayang-bayangi bangsa ini ke depan.
Karena sudah jelas, semuanya itu merupakan imbas dari beberapa kebijakan pemerintah yang tidak pernah menitik beratkan pada kesejahteraan rakyat (tidak pernah berpihak kepada rakyat). Begitu pula dengan kebijakan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan belum menjadi prioritas utama. Amanat konstitusi yang mewajibkan alokasi 20 % APBN/APBD untuk pendidikan sebatas dijadikan retorika belaka, atau dalam praktiknya tidak pernah kesampaian. Belum tampak kesungguhan pemerintah untuk merealisasikannya.
Menyikapi berbagai persoalan yang menyelimuti bangsa Indonesia, kita jelas membutuhkan sosok pimpinan nasional yang handal, yakni pemimpin yang mampu mengatasi aneka problem kompleks, yang paling tidak meliputi tiga aspek yakni: Pertama, aspek moral, pemimpin bangsa yang handal secara moral adalah terwujudnya keteladanan hidup yang nyata yang ada dalam perilaku hidup seorang pemimpin. Bila pemimpin tidak bisa menjadi sumber keteladanan hidup bagi rakyatnya, maka kehidupan rakyat akan mengalami kekacauan yang kompleks, standar nilai-nilai moralitas tidak jelas, baik dan buruk ditentukan oleh permainan kekuasaan.
Kedua, aspek intelektual, pemimpin bangsa yang handal secara intelektual adalah kemampuan seorang pemimpin merumuskan dengan jelas masa depan kehidupan bangsa yang ideal yang hendak dicapai. Kemampuan dalam aspek intelektual seorang pemimpin amat diperlukan guna menghadapi tantangan dan perubahan yang akan selalu muncul dalam setiap tahap perkembangan kehidupan bangsanya. Selain itu, di saat-saat sulit, aspek kemampuan intelektual seorang pemimpin segera dapat mencerahkan bangsanya karena kemampuannya melihat persoalan secara jernih sehingga dapat menemukan jalan keluarnya secara cerdas. Tidak gemar berkeluh kesah dan menyalahkan orang lain apalagi menyudutkannya. Kecerdasannya dapat menuntun untuk bersikap arif dan bijaksana sehingga menyejukkan kehidupan rakyatnya.
Ketiga, aspek manajerial, pemimpin yang handal secara manajerial adalah kemampuan pemimpin mengaktualisasikan gagasannya dalam realitas kehidupan secara nyata, tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu mewujudkan apa yang dikatakan menjadi kenyataan. Satunya kata dengan perbuatan. Seorang pemimpin tidak hanya pandai mengorganisasi gagasannya secara efektif, tetapi juga dapat membangun sistem jaringan kerja sama yang produktif. Seorang pemimpin harus mampu membangun sistem manajemen yang baik dan sehat sehingga siapapun yang masuk sistem itu, dengan sendirinya akan bekerja dengan baik, dinamis, dan produktif untuk kepentingan rakyat yang lebih besar, bukan sebaliknya. NKRI akan dirundung malang jika kepemimpinan bangsa amat lemah, baik dalam aspek moral, intelektual, maupun manajerial.

Tidak ada komentar: